Momen ketika lulus kuliah/sekolah biasanya menjadi penantian panjang bagi insan pelajar atau mahasiswa untuk menapaki jenjang karir selanjutnya. Setelah lulus kuliah biasanya para lulusan tersebut berlomba-lomba mencari pekerjaan yang menjanjikan kehidupan mapan.
Padahal menurut data statistik BPS jumlah lapangan pekerjaan di Indonesia, tahun 2013 lalu hanya 110,8 juta, sementara jumlah angkatan kerja yang lulus kuliah tahun itu mencapai 118,2 juta jiwa. Hal ini berarti terdapat defisit lapangan pekerjaan yang membuat potensi pengangguran di masyarakat semakin besar.
Sekarang, mengapa para sarjana atau lulusan perguruan tinggi tersebut harus berebut pekerjaan, jikalau mereka bisa menciptakan lapangan pekerjaan sendiri?
Ya, potensi bisnis yang dimiliki kaum muda sesungguhnya sangatlah besar, hanya saja mindset yang salah selama ini masih melekat pada sebagian masyarakat. Bahwa kuliah dan kemudian menjadi sarjana, untuk kemudian mengincar pekerjaan dengan jenjang karir yang semakin tinggi akan menjanjikan kesuksesan.
Tidak ada yang salah memang, namun jika setiap lulusan berpikiran seperti ini maka hampir dapat dipastikan setiap tahun Indonesia akan kekurangan lapangan pekerjaan. Imbasnya juga akan menimpadunia bisnis, dimana usaha yang ada menjadi sangat kekurangan tenaga SDM ahli di bidangnya masing-masing.
Dewasa ini mental berwirausaha sebetulnya sudah ditanamkan pada kurikulum pendidikan sekolah, bahkan sebelum jenjang perguruan tinggi. Sudah banyak contoh sekolah-sekolah yang memberikan pendidikan wirausaha pada murid-muridnya.
Di tingkat perguruan tinggi pun sudah banyak mahasiswa/i yang menjalankan usaha sembari kuliah, banyak diantaranya bahkan memiliki omzet yang menjanjikan.
Hanya saja untuk praktek riil di lapangan memang masih belum dapat dilakukan dengan sempurna karena mindset yang ditanamkan tadi masih salah. Selain itu biasanya karena terkendala masalah modal.
Oleh karena itu mulailah merubah mindset tersebut, bahwa pendidikan setinggi mungkin bukan untuk membentuk diri menjadi pekerja, namun justru untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Lalu bagaimanakah para lulusan ini bisa membuka bisnisnya sendiri?
Banyak sebenarnya yang ingin berbisnis, namun kendala utamanya adalah MODAL. Sehingga ada pertanyaan iseng seperti ini :
Ada gak ya, BISNIS TANPA MODAL?
ADA...
BERBISNIS DI INDUSTRI ASURANSI
MENGAPA HARUS BERBISNIS
DI ASURANSI?
Hampir tidak pernah ada seseorang yang
sejak kecil bercita cita sebagai seorang agen asuransi jiwa. Bisa kita
buktikan, bila kita berjumpa dengan seorang anak kecil, dan kita tanya,
apa cita citanya?
Sepuluh orang kita tanya, maka kita temukan jawaban
mereka sejumlah profesi yang membanggakan mereka, atau membanggakan
orang tuanya. Apakah itu Dokter, Pilot, Pengacara, Insinyur, atau yang
lain.
Namun
boleh dikatakan tidak ada seorangpun yang mengatakan cita citanya
menjadi seorang agen asuransi, bahkan mungkin sekalipun orang tuanya
juga berbisnis dan berkarier di industri asuransi jiwa.
Menjadi
agen asuransi jiwa, sepertinya adalah jalan terakhir. Seakan setelah
gagal disejumlah karier atau bisnis yang lain, maka profesi ini sebagai
ajang uji coba, sambil menunggu pekerjaan atau bisnis lainnya.
Kalaupun itu yang terjadi, tidaklah salah. Karena memang kalau melihat faktanya, hal tersebut memang paling banyak terjadi. Justru kesuksesan banyak orang dibisnis ini, justru karena faktor yang kepepet.
Kalaupun itu yang terjadi, tidaklah salah. Karena memang kalau melihat faktanya, hal tersebut memang paling banyak terjadi. Justru kesuksesan banyak orang dibisnis ini, justru karena faktor yang kepepet.
Inspirasi Robert Kiyosaki yang
dituangkan dalam bukunya tentang Cashflow Quadrant, memberi kita semua
wawasan baru dalam mencari penghasilan. Dengan membagi menjadi empat
kuadran, dan memberi bagian kiri dan kanan, kita akhirnya mengerti,
bahwa kuadran Kiri yaitu menjadi Employee/ karyawan akan sangat
tergantung dari gaji yang diterima akhir bulan. Dan rata rata kenaikan
gaji karyawan tiap tahun berkisar 10%.
Sedangkan kita tahu inflasi di
negara kita juga bergerak di angka yang kurang lebih sama. Jadi boleh
diartikan penghasilan yang diterima secara nilai tidak bergerak naik.
Untuk membeli rumah atau mobil, mau tidak mau harus berhubungan dengan
bank untuk mendapat kredit. Seorang karyawan harus pandai pandai
mengelola keuangan dan gaya hidupnya, agar penghasilan yang diterima
tetap dapat digunakan untuk keperluan sehari hari dan mampu menabung
untuk keperluan pendidikan anak dan pensiun.
Demikian pula pada
kuadran kiri Self Employee, profesi ini memang bukan karyawan, mereka
juga pemilik usaha sendiri. Namun usaha dan kelangsungannya sangat
tergantung dengan ketrampilan individual. Bisa jadi mereka seorang
arsitek, lawyer, dokter, desainer, sutradara, pelukis, atau yang lain.
Dimana ketrampilan mereka tidak bisa digantikan oleh orang lain. Dimana
waktu kerja sangat terbatas, karena tidak bisa diwakilkan pada orang
lain. Mereka tidak bisa berada di dua tempat yang berbeda pada waktu
yang sama. Sehingga penghasilan mereka ada batasnya. Dan ketika mereka
sakit atau bepergian, otomatis akan berpengaruh pada penghasilannya.
Bagian
kuadran Kanan terbagi menjadi dua. Sisi Business Owner dan sisi
Investor. Sebagai pemilik bisnis mereka menjalankan bisnisnya dengan
sistem. Ada atau tidak keberadaan mereka, penghasilan tetap berjalan
dengan normal. Managemen sudah terbentuk, yang dikelola oleh para
karyawan sesuai bidang dan divisinya masing masing. Mereka yang berada
pada kuadran ini, mungkin pemilik pabrik, usaha waralaba, dan
sejenisnya.
Sisi Investor, adalah situasi dimana uanglah yang
bekerja. Detik ke detik, menit demi menit uang bertumbuh. Kuadran ini
seperti mempunyai peternakan uang. Pelaku pada kuadran kanan sudah masuk
fase pasif income.
Berpijak dari sana, semua pandangan diarahkan
pada kuadran Kanan. Sisi Business Owner dan Investor. Seorang pemilik
bisnis dapat memperoleh income tanpa tergantung kehadirannya. Karena
sistem sudah berjalan dengan baik. Bahkan di tengah waktu liburanpun,
rekening bank bisa terisi dengan sendirinya.
Namun apakah semudah
itu ? Tentu tidak. Untuk menuju ke sana, hambatan terbesar ada pada
tersedianya modal. Namun selain modal juga dibutuhkan pengalaman dan
pola pikir. Karena untuk memiliki bisnis sepertinya dibutuhkan modal
yang tidak sedikit. Ketakutan akan kehilangan modal bila bisnis gagal
menjadi hambatan utama.
Dalam buku sequel yang ditulis oleh Robert
Kiyosari berikutnya, yakni Business School. Untuk berpindah kuadran,
dari kiri ke kanan ada cara yang lebih instan. Beliau menyarankan untuk
masuk dalam bisnis jaringan. Dimana dalam skema bisnisnya menuju pasif
income.
Di dalam prakteknya, bisnis jaringan bisa MLM, atau juga
bisnis asuransi. Khusus untuk bisnis asuransi, bila Anda benar benar
ingin bekerja menuju kuadran kanan, Anda harus mempelajari perusahaan
asuransi yang berbasis jaringan. Karena tidak setiap perusahaan asuransi
mempunyai sistem kompensasi dan sistem kerja seperti membangun
jaringan. Sehingga dalam skema bisnisnya memungkinkan bisa pasif income ,
dengan persyaratan dan waktu tertentu.
Mengapa harus industri asuransi jiwa?
Tentu saja yang pertama, adalah bisnis ini boleh dikatakan tanpa modal.
Kalaupun
harus mengeluarkan uang, itupun terbatas biaya ujian lisensi AAJI
(Asosiasi Agen Asuransi Jiwa Indonesia). Saat ini 350 ribu.
Banyak
orang yang keberatan membayar. Mereka berpikiran sempit, kenapa mencari
kerja harus membayar. Mencari kerja berbeda dengan mencari bisnis. Kalau
mencari memang logikanya tidak harus keluar modal, karena tujuannya
untuk mendapatkan gaji tiap bulannya. Mencari bisnis adalah membidik
peluang, yang kadang harus berani mengeluarkan modal di depan. Memang
untuk berpindah kuadran tidak hanya dibutuhkan modal, namun perlu
perubahan mindset.
Sebagai pembanding, seorang yang melamar sebagai
pengemudi taxi, yang - maaf, tanpa bermaksudkan mengecilkan arti
profesi- potensi penghasilan rata rata 2 juta perbulan, harus memiliki
SIM A Umum, yang biayanya tidak kurang dari 500 ribu. Atau contoh lain,
seang penjual nasi goreng keliling, yang maximal hanya bisa menjual 60
porsi nasi goreng per hari/ jualan malam, membutuhkan modal lebih dari 2
juta untuk membeli gerobak. Jadi untuk keluar dari zona karyawan ke
pemilik usaha, setidaknya sesorang harus berani dan mau mengeluarkan
modal di awal. Sedangkan di bisnis asuransi, modal yang dibutuhkan
relatif sangat kecil, dibandingkan potensi penghasilannya yang besar.
Bagaimana peluang di Indonesia?
Melihat
potensi di Indonesia, dengan rakyat yang demikian banyak, hampir 240
juta jiwa. Hasil survey hingga akhir 2012, pemilik polis life insurance
di Indonesia kurang dari 4%. itupun masih terkumpul kota kota besar.
Sementara di daerah masih jauh dari harapan. Data yang lain menyebutkan,
industri life insurance bertumbuh tiap tahun hampir 20%, bahkan lebih
baik daripada bank.
Kita bandingakan dengan negara tetangga kita
Malaysia dan Singapore, pemegang polis masih berkisar 45% - 50% dari
jumlah penduduk. Apalagi kalau dibanding dengan Jepang, dimana setiap
penduduk rata rata mempunyai 3 polis.
Jadi dalam kurun waktu yang panjang bisnis life insurance di Indonesia masih sangat cerah.
Jadi dalam kurun waktu yang panjang bisnis life insurance di Indonesia masih sangat cerah.
Banyak
yang beranggapan masyarakat Indonesia belum minded dengan asuransi,
sehingga akan susah menjual produk asuransi. Memang benar, situasi itu
yang ada di Indonesia. Tapi karena kondisi masyarakat yang belum minded
yang membuat bisnis ini punya peluang yang sangat bagus.
Peraihan komisi
yang sangat tinggi tidak akan bisa kita nikmati bila masyarakat kita
sudah sadar akan asuransi. Andaikata pada kurun waktu tertentu, ketika
kita menawarkan produk asuransi dan orang langsung membeli karena sadar
akan manfaat asuransi, maka bisa dipastikan company asuransi tidak
memerlukan jasa penjual seperti hari ini, yang harus dibayar dengan
kompensasi yang tinggi. Company asuransi cukup membuka counter di tempat
keramaian atau pertokoan, mall, maka orang kan datang dengan sendirinya
dan membeli. Dan mereka cukup mempekerjakan seorang sales counter
berpenampilan menarik, dan cukup dibayar dengan upah minimum.
Jadi
justru dalam kondisi saat ini, dimana kesadaran berasuransi masih minim
maka peluang yang besar ada di depan kita. Komisi penjualan yang tinggi,
bonus tahunan , bonus bonus lainnya, bahkan perjalan ke luar negri
secara gratis dengan fasilitas yang mewah.
Bagaimana secara bisnis?
Berbicara tentang bisnis di industri asuransi, tentunya yang kita bahas adalah yang menganut agency sistem.
Skema Bisnis di asuransi bukanlah sebagai karyawan. Para agen sifatnya adalah partner kerja. Jadi tidak ada istilah Bos atau atasan. Pekerjaan itu adalah milik kita sendiri, sehingga kita sendiri yang menjaganya, merawat, dan mengembangkannya.
Skema Bisnis di asuransi bukanlah sebagai karyawan. Para agen sifatnya adalah partner kerja. Jadi tidak ada istilah Bos atau atasan. Pekerjaan itu adalah milik kita sendiri, sehingga kita sendiri yang menjaganya, merawat, dan mengembangkannya.
Dibandingkan dengan jenjang karier
pada bisnis konvensional, sangat berbeda. Ambil contoh, misal dalam
sebuah bank, seorang marketing yang selalu mencapai target tiap bulan,
bahkan selalu over target, apakah otomatis menjadi seorang supervisor?
Tentu tidak! Dia bisa menjadi supervisor hanya bila supervisor asalnya
mendapat promosi, atau pindah tugas, atau mengundurkan diri. Itupun dia
harus bersaing dengan orang lain yang berprestasi, atau orang kesayangan
Bos atau Pemimpin Cabang.
Jadi untuk naik jenjang, bukan hanya
prestasi yang dibutuhkan, namun banyak aspek lain yang bisa menentukan.
Dan untuk mengejar menjadi seorang pemimpin, harus menunggu pemimpin
lama keluar, dan harus bersaing dengan rekan kerjanya untuk
memperebutkan satu posisi. Sedang di dunia asuransi, untuk naik jenjang
tidak tergantung dengan orang lain, dan tidak memperebutkan satu posisi
yang harus berkompetisi dengan orang lain. Dalam hal ini semua punya
kesempatan yang sama.
Jenjang karier yang diraih adalah hasil
prestasi dan pencapaian pribadi, tanpa harus mengorbankan orang lain.
Jadi kenaikan jenjang tanpa harus didasari like and dislike. Tidak ada
alasan suka atau tidak suka dalam melakukan promosi dan demosi. Semua
bisa dikejar dengan pencapaian prestasi dan terukur. Dan dengan aturan
tertentu sesorang bisa dan punya peluang untuk memiliki kantor mandiri.
Dan dengan sistem memungkinkan seseorang untuk mempunyai beberapa kantor
di beberapa kota.
Banyak pertanyaan, bagaimana seseorang bisa menjalani bisnis ini tanpa punya latar belakang keuangan?
Sebetulnya
tidak perlu dikuatirkan, karena company biasanya memberi training
dasar. Tentang pengetahuan produk dan aturan aturan dasar. Dan tentu
saja tidak ketinggalan training tentang cara menjual, dan sharing
tentang kondisi lapangan bersama teman teman leader.
Yang membedakan
adalah bila kita membuka usaha bisnis konvensional, katakan kita ingin
membuka warung bakso. Akan kesulitan kita mencari mentor, usahawan bakso
yang sukses untuk menjadi pembimbing kita. Banyak mereka bahkan
menganggap kita sebagai pesaing mereka. Di bisnis asuransi yang terjadi
justru sebaliknya. Para leader yang sukses siap menjadi mentor, dan
mentranferkan pengalaman dan ilmunya kepada kita. Yang tentunya semuanya
mempercepat seseorang menjadi sukses.
Bagaimana dengan 'keamanan' pekerjaan ?
Dalam
bisnis asuransi, awal masuk dari jenjang terbawah, posisi adalah
kuadran kiri sebagai self employee. Bekerja dengan sistem komisi dan
bonus karena hasil kerja fisik secara langsung. Dengan kenaikan jenjang
menjadi pimpinan puncak agency, seseorang boleh dikatakan berada di
kuadran kanan sebagai business owner. Perolehan penghasilan sudah bukan
lagi dari kerja fisik langsung. Melainkan sudah melalui overiding dan
bonus royalti.
Sampai di posisi inilah seorang pemilik bisnis membutuhkan keamanan pekerjaan.
Sampai di posisi inilah seorang pemilik bisnis membutuhkan keamanan pekerjaan.
Mengapa
ini penting? Karena di bisnis konvensional usia 55 tahun adalah usia
pensiun. Dan pada usia tersebut sesorang sudah tidak memiliki value.
Perusahaan konvensional mengganti dengan darah baru, darah muda, darah
segar, dan tentunya dengan gaji yang lebih murah. Namun di bisnis
asuransi tidak ada usia yang bisa menghambat. Selama masih mau bekerja
perusahaan tidak bisa meminta pensiun. Namun hal ini bukan berarti
pebisnis asuransi harus bekerja hingga usia lanjut. Namun menunjukkan
bahwa sepanjang kita mau bekerja, kita masih punya kesempatan kerja.
Dan
di Generali, dengan adanya sistem 757, justru memungkinkan bisa pensiun
pada usia mudah. Dengan bekerja 7 tahun, memperoleh royalty bisnis 5
generasi, dengan membangun jaringan 7 Business Director.
Apa
yang disebut keamanan artinya, bagaimana dengan bisnis kita bila satu
waktu kita termakan usia, atau bila sakit kritis, bahkan meninggal?
Sekali
lagi ini adalah bagian penting dalam memilih bisnis. Banyak kejadian
ketika sesorang merintis bisnisnya, karena masalah kesehatan, atau
bahkan meninggal, bisnisnya harus rela dimiliki orang lain. Di sini
dengan aturan yang ada, seorang Business Director bisa mewariskan
bisnisnya kepada keluarga atau orang yang dipercaya atau ditunjuk untuk
melanjutkan bisnisnya.
Banyak pekerjaan atau bisnis
yang bisa memberikan peluang dan penghasilan yang bagus, namun tidak
semua bisnis bisa memberikan kepuasan dalam pekerjaan.
Di
bisnis asuransi, secara tidak langsung kita membantu orang lain untuk
menata masa depan keuangannya. Pada waktu kita menawarkan, seakan banyak
orang yang tidak suka atau bahkan menghindar. Namun agen asuransi tidak
perlu dilupakan oleh janda mendiang nasabah. Karena mereka yang
menerima klaim, khususnya ketika klaim dibayarkan saat mereka sangat
membutuhkan. Tidak sedikit, maaf, para suami ketika meninggal, tidak
mewariskan harta, tapi justru memberi peninggalan hutang yang harus
dibayar. Baik pada bank, kartu kredit, hutang dagang, atau perseorangan.
Dengan adanya pembayaran klaim, akan membantu keuangan mereka.
Sebagai
agen asuransi apa yang dilakukan tentunya merupakan tugas mulia. Yang
mana di saat keluarga berduka cita kehilangan orang yang dicintai,
mereka juga kehilangan sumber pencari nafkah. Dengan adanya klaim yang
dibayarkan setidaknya akan membantu dari sisi finansial. Sebagai agen
bila melakukan perhitungan uang pertanggungan yang benar, maka uang
klaim tersebut akan sangat bermanfaat, karena telah dilakukan analisa
perhitungannya.
Sekali ini dalam bisnis ini, selain mendapat
komisi dan kompensasi yang bagus, apa yang dilakukan sesuatu yang mulia
karena bisa membantu orang lain.
Pemilihan kenapa harus
berbisnis asuransi sama sekali tidak bermaksud mengecilkan arti bisnis
bisnis yang lain. Namun hanya semata mata memberikan sebuah wacana baru,
alternatif baru yang membawa perpindahan kuadran tanpa memperhitungan
persoalan modal.
INI ALASAN SAYA,
KENAPA SAYA HARUS BERBISNIS
DI ASURANSI
GENERALI INDONESIA
IZINKAN SAYA MEMBANTU ANDA
UNTUK MEWUJUDKAN SEGALA IMPIAN ANDA
BERSAMA
TANYA SAYA BAGAIMANA CARANYA
HUBUNGI SAYA SEKARANG
HERIANSYAH PUTRA, MDRT
0 8 1 3 7 0 4 3 4 4 3 3
INI ALASAN SAYA, KENAPA SAYA HARUS BERBISNIS DI GENERALI
IZINKAN SAYA MEMBANTU ANDA
UNTUK MEWUJUDKAN SEGALA IMPIAN ANDA
BERSAMA
TANYA SAYA BAGAIMANA CARANYA
HUBUNGI SAYA SEKARANG
HERIANSYAH PUTRA, MDRT
0 8 1 3 7 0 4 3 4 4 3 3
Source: http://solusikeuanganandadankeluarga.blogspot.com/2014/09/ini-alasan-saya-kenapa-saya-harus.html
copyright: Heriansyah Poetra MT Djalil
Source: http://solusikeuanganandadankeluarga.blogspot.com/2014/09/ini-alasan-saya-kenapa-saya-harus.html
copyright: Heriansyah Poetra MT Djalil
Hampir tidak pernah ada
seseorang yang sejak kecil bercita cita sebagai seorang agen asuransi
jiwa. Bisa kita buktikan, bila kita berjumpa dengan seorang anak kecil,
dan kita tanya, apa cita citanya?
Sepuluh orang kita tanya, maka kita temukan jawaban mereka sejumlah
profesi yang membanggakan mereka, atau membanggakan orang tuanya. Apakah
itu Dokter, Pilot, Pengacara, Insinyur, atau yang lain.
Namun boleh dikatakan tidak ada seorangpun yang mengatakan cita citanya
menjadi seorang agen asuransi, bahkan mungkin sekalipun orang tuanya
juga berbisnis dan berkarier di industri asuransi jiwa.
Menjadi agen asuransi jiwa, sepertinya adalah jalan terakhir. Seakan
setelah gagal disejumlah karier atau bisnis yang lain, maka profesi ini
sebagai ajang uji coba, sambil menunggu pekerjaan atau bisnis lainnya.
Kalaupun itu yang terjadi, tidaklah salah. Karena memang kalau melihat
faktanya, hal tersebut memang paling banyak terjadi. Justru kesuksesan
banyak orang dibisnis ini, justru karena faktor yang kepepet.
Inspirasi Robert Kiyosaki yang dituangkan dalam bukunya tentang Cashflow
Quadrant, memberi kita semua wawasan baru dalam mencari penghasilan.
Dengan membagi menjadi empat kuadran, dan memberi bagian kiri dan kanan,
kita akhirnya mengerti, bahwa kuadran Kiri yaitu menjadi Employee/
karyawan akan sangat tergantung dari gaji yang diterima akhir bulan. Dan
rata rata kenaikan gaji karyawan tiap tahun berkisar 10%.
Sedangkan kita tahu inflasi di negara kita juga bergerak di angka yang
kurang lebih sama. Jadi boleh diartikan penghasilan yang diterima secara
nilai tidak bergerak naik. Untuk membeli rumah atau mobil, mau tidak
mau harus berhubungan dengan bank untuk mendapat kredit. Seorang
karyawan harus pandai pandai mengelola keuangan dan gaya hidupnya, agar
penghasilan yang diterima tetap dapat digunakan untuk keperluan sehari
hari dan mampu menabung untuk keperluan pendidikan anak dan pensiun.
Demikian pula pada kuadran kiri Self Employee, profesi ini memang bukan
karyawan, mereka juga pemilik usaha sendiri. Namun usaha dan
kelangsungannya sangat tergantung dengan ketrampilan individual. Bisa
jadi mereka seorang arsitek, lawyer, dokter, desainer, sutradara,
pelukis, atau yang lain. Dimana ketrampilan mereka tidak bisa digantikan
oleh orang lain. Dimana waktu kerja sangat terbatas, karena tidak bisa
diwakilkan pada orang lain. Mereka tidak bisa berada di dua tempat yang
berbeda pada waktu yang sama. Sehingga penghasilan mereka ada batasnya.
Dan ketika mereka sakit atau bepergian, otomatis akan berpengaruh pada
penghasilannya.
Bagian kuadran Kanan terbagi menjadi dua. Sisi Business Owner dan sisi
Investor. Sebagai pemilik bisnis mereka menjalankan bisnisnya dengan
sistem. Ada atau tidak keberadaan mereka, penghasilan tetap berjalan
dengan normal. Managemen sudah terbentuk, yang dikelola oleh para
karyawan sesuai bidang dan divisinya masing masing. Mereka yang berada
pada kuadran ini, mungkin pemilik pabrik, usaha waralaba, dan
sejenisnya.
Sisi Investor, adalah situasi dimana uanglah yang bekerja. Detik ke
detik, menit demi menit uang bertumbuh. Kuadran ini seperti mempunyai
peternakan uang. Pelaku pada kuadran kanan sudah masuk fase pasif
income.
Berpijak dari sana, semua pandangan diarahkan pada kuadran Kanan. Sisi
Business Owner dan Investor. Seorang pemilik bisnis dapat memperoleh
income tanpa tergantung kehadirannya. Karena sistem sudah berjalan
dengan baik. Bahkan di tengah waktu liburanpun, rekening bank bisa
terisi dengan sendirinya.
Namun apakah semudah itu ? Tentu tidak. Untuk menuju ke sana, hambatan
terbesar ada pada tersedianya modal. Namun selain modal juga dibutuhkan
pengalaman dan pola pikir. Karena untuk memiliki bisnis sepertinya
dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Ketakutan akan kehilangan modal
bila bisnis gagal menjadi hambatan utama.
Dalam buku sequel yang ditulis oleh Robert Kiyosari berikutnya, yakni
Business School. Untuk berpindah kuadran, dari kiri ke kanan ada cara
yang lebih instan. Beliau menyarankan untuk masuk dalam bisnis jaringan.
Dimana dalam skema bisnisnya menuju pasif income.
Di dalam prakteknya, bisnis jaringan bisa MLM, atau juga bisnis
asuransi. Khusus untuk bisnis asuransi, bila Anda benar benar ingin
bekerja menuju kuadran kanan, Anda harus mempelajari perusahaan asuransi
yang berbasis jaringan. Karena tidak setiap perusahaan asuransi
mempunyai sistem kompensasi dan sistem kerja seperti membangun jaringan.
Sehingga dalam skema bisnisnya memungkinkan bisa pasif income , dengan
persyaratan dan waktu tertentu.
Mengapa harus industri asuransi jiwa?
Tentu saja yang pertama, adalah bisnis ini boleh dikatakan tanpa modal.
Kalaupun harus mengeluarkan uang, itupun terbatas biaya ujian lisensi
AAJI (Asosiasi Agen Asuransi Jiwa Indonesia). Saat ini 350 ribu.
Banyak orang yang keberatan membayar. Mereka berpikiran sempit, kenapa
mencari kerja harus membayar. Mencari kerja berbeda dengan mencari
bisnis. Kalau mencari memang logikanya tidak harus keluar modal, karena
tujuannya untuk mendapatkan gaji tiap bulannya. Mencari bisnis adalah
membidik peluang, yang kadang harus berani mengeluarkan modal di depan.
Memang untuk berpindah kuadran tidak hanya dibutuhkan modal, namun perlu
perubahan mindset.
Sebagai pembanding, seorang yang melamar sebagai pengemudi taxi, yang -
maaf, tanpa bermaksudkan mengecilkan arti profesi- potensi penghasilan
rata rata 2 juta perbulan, harus memiliki SIM A Umum, yang biayanya
tidak kurang dari 500 ribu. Atau contoh lain, seang penjual nasi goreng
keliling, yang maximal hanya bisa menjual 60 porsi nasi goreng per hari/
jualan malam, membutuhkan modal lebih dari 2 juta untuk membeli
gerobak. Jadi untuk keluar dari zona karyawan ke pemilik usaha,
setidaknya sesorang harus berani dan mau mengeluarkan modal di awal.
Sedangkan di bisnis asuransi, modal yang dibutuhkan relatif sangat
kecil, dibandingkan potensi penghasilannya yang besar.
Bagaimana peluang di Indonesia?
Melihat potensi di Indonesia, dengan rakyat yang demikian banyak, hampir
240 juta jiwa. Hasil survey hingga akhir 2012, pemilik polis life
insurance di Indonesia kurang dari 4%. itupun masih terkumpul kota kota
besar. Sementara di daerah masih jauh dari harapan. Data yang lain
menyebutkan, industri life insurance bertumbuh tiap tahun hampir 20%,
bahkan lebih baik daripada bank.
Kita bandingakan dengan negara tetangga kita Malaysia dan Singapore,
pemegang polis masih berkisar 45% - 50% dari jumlah penduduk. Apalagi
kalau dibanding dengan Jepang, dimana setiap penduduk rata rata
mempunyai 3 polis.
Jadi dalam kurun waktu yang panjang bisnis life insurance di Indonesia
masih sangat cerah.
Banyak yang beranggapan masyarakat Indonesia belum minded dengan
asuransi, sehingga akan susah menjual produk asuransi. Memang benar,
situasi itu yang ada di Indonesia. Tapi karena kondisi masyarakat yang
belum minded yang membuat bisnis ini punya peluang yang sangat bagus.
Peraihan komisi yang sangat tinggi tidak akan bisa kita nikmati bila
masyarakat kita sudah sadar akan asuransi. Andaikata pada kurun waktu
tertentu, ketika kita menawarkan produk asuransi dan orang langsung
membeli karena sadar akan manfaat asuransi, maka bisa dipastikan company
asuransi tidak memerlukan jasa penjual seperti hari ini, yang harus
dibayar dengan kompensasi yang tinggi. Company asuransi cukup membuka
counter di tempat keramaian atau pertokoan, mall, maka orang kan datang
dengan sendirinya dan membeli. Dan mereka cukup mempekerjakan seorang
sales counter berpenampilan menarik, dan cukup dibayar dengan upah
minimum.
Jadi justru dalam kondisi saat ini, dimana kesadaran berasuransi masih
minim maka peluang yang besar ada di depan kita. Komisi penjualan yang
tinggi, bonus tahunan , bonus bonus lainnya, bahkan perjalan ke luar
negri secara gratis dengan fasilitas yang mewah.
Bagaimana secara bisnis?
Berbicara tentang bisnis di industri asuransi, tentunya yang kita bahas
adalah yang menganut agency sistem.
Skema Bisnis di asuransi bukanlah sebagai karyawan. Para agen sifatnya
adalah partner kerja. Jadi tidak ada istilah Bos atau atasan. Pekerjaan
itu adalah milik kita sendiri, sehingga kita sendiri yang menjaganya,
merawat, dan mengembangkannya.
Dibandingkan dengan jenjang karier pada bisnis konvensional, sangat
berbeda. Ambil contoh, misal dalam sebuah bank, seorang marketing yang
selalu mencapai target tiap bulan, bahkan selalu over target, apakah
otomatis menjadi seorang supervisor? Tentu tidak! Dia bisa menjadi
supervisor hanya bila supervisor asalnya mendapat promosi, atau pindah
tugas, atau mengundurkan diri. Itupun dia harus bersaing dengan orang
lain yang berprestasi, atau orang kesayangan Bos atau Pemimpin Cabang.
Jadi untuk naik jenjang, bukan hanya prestasi yang dibutuhkan, namun
banyak aspek lain yang bisa menentukan. Dan untuk mengejar menjadi
seorang pemimpin, harus menunggu pemimpin lama keluar, dan harus
bersaing dengan rekan kerjanya untuk memperebutkan satu posisi. Sedang
di dunia asuransi, untuk naik jenjang tidak tergantung dengan orang
lain, dan tidak memperebutkan satu posisi yang harus berkompetisi dengan
orang lain. Dalam hal ini semua punya kesempatan yang sama.
Jenjang karier yang diraih adalah hasil prestasi dan pencapaian pribadi,
tanpa harus mengorbankan orang lain. Jadi kenaikan jenjang tanpa harus
didasari like and dislike. Tidak ada alasan suka atau tidak suka dalam
melakukan promosi dan demosi. Semua bisa dikejar dengan pencapaian
prestasi dan terukur. Dan dengan aturan tertentu sesorang bisa dan punya
peluang untuk memiliki kantor mandiri. Dan dengan sistem memungkinkan
seseorang untuk mempunyai beberapa kantor di beberapa kota.
Banyak pertanyaan, bagaimana seseorang bisa menjalani bisnis ini tanpa
punya latar belakang keuangan?
Sebetulnya tidak perlu dikuatirkan, karena company biasanya memberi
training dasar. Tentang pengetahuan produk dan aturan aturan dasar. Dan
tentu saja tidak ketinggalan training tentang cara menjual, dan sharing
tentang kondisi lapangan bersama teman teman leader.
Yang membedakan adalah bila kita membuka usaha bisnis konvensional,
katakan kita ingin membuka warung bakso. Akan kesulitan kita mencari
mentor, usahawan bakso yang sukses untuk menjadi pembimbing kita. Banyak
mereka bahkan menganggap kita sebagai pesaing mereka. Di bisnis
asuransi yang terjadi justru sebaliknya. Para leader yang sukses siap
menjadi mentor, dan mentranferkan pengalaman dan ilmunya kepada kita.
Yang tentunya semuanya mempercepat seseorang menjadi sukses.
Bagaimana dengan 'keamanan' pekerjaan ?
Dalam bisnis asuransi, awal masuk dari jenjang terbawah, posisi adalah
kuadran kiri sebagai self employee. Bekerja dengan sistem komisi dan
bonus karena hasil kerja fisik secara langsung. Dengan kenaikan jenjang
menjadi pimpinan puncak agency, seseorang boleh dikatakan berada di
kuadran kanan sebagai business owner. Perolehan penghasilan sudah bukan
lagi dari kerja fisik langsung. Melainkan sudah melalui overiding dan
bonus royalti.
Sampai di posisi inilah seorang pemilik bisnis membutuhkan keamanan
pekerjaan.
Mengapa ini penting? Karena di bisnis konvensional usia 55 tahun adalah
usia pensiun. Dan pada usia tersebut sesorang sudah tidak memiliki
value. Perusahaan konvensional mengganti dengan darah baru, darah muda,
darah segar, dan tentunya dengan gaji yang lebih murah. Namun di bisnis
asuransi tidak ada usia yang bisa menghambat. Selama masih mau bekerja
perusahaan tidak bisa meminta pensiun. Namun hal ini bukan berarti
pebisnis asuransi harus bekerja hingga usia lanjut. Namun menunjukkan
bahwa sepanjang kita mau bekerja, kita masih punya kesempatan kerja.
Dan di Generali, dengan adanya sistem 757, justru memungkinkan bisa
pensiun pada usia mudah. Dengan bekerja 7 tahun, memperoleh royalty
bisnis 5 generasi, dengan membangun jaringan 7 Business Director.
Apa yang disebut keamanan artinya, bagaimana dengan bisnis kita bila
satu waktu kita termakan usia, atau bila sakit kritis, bahkan meninggal?
Sekali lagi ini adalah bagian penting dalam memilih bisnis. Banyak
kejadian ketika sesorang merintis bisnisnya, karena masalah kesehatan,
atau bahkan meninggal, bisnisnya harus rela dimiliki orang lain. Di sini
dengan aturan yang ada, seorang Business Director bisa mewariskan
bisnisnya kepada keluarga atau orang yang dipercaya atau ditunjuk untuk
melanjutkan bisnisnya.
Banyak pekerjaan atau bisnis yang bisa memberikan peluang dan
penghasilan yang bagus, namun tidak semua bisnis bisa memberikan
kepuasan dalam pekerjaan.
Di bisnis asuransi, secara tidak langsung kita membantu orang lain untuk
menata masa depan keuangannya. Pada waktu kita menawarkan, seakan
banyak orang yang tidak suka atau bahkan menghindar. Namun agen asuransi
tidak perlu dilupakan oleh janda mendiang nasabah. Karena mereka yang
menerima klaim, khususnya ketika klaim dibayarkan saat mereka sangat
membutuhkan. Tidak sedikit, maaf, para suami ketika meninggal, tidak
mewariskan harta, tapi justru memberi peninggalan hutang yang harus
dibayar. Baik pada bank, kartu kredit, hutang dagang, atau perseorangan.
Dengan adanya pembayaran klaim, akan membantu keuangan mereka.
Sebagai agen asuransi apa yang dilakukan tentunya merupakan tugas mulia.
Yang mana di saat keluarga berduka cita kehilangan orang yang dicintai,
mereka juga kehilangan sumber pencari nafkah. Dengan adanya klaim yang
dibayarkan setidaknya akan membantu dari sisi finansial. Sebagai agen
bila melakukan perhitungan uang pertanggungan yang benar, maka uang
klaim tersebut akan sangat bermanfaat, karena telah dilakukan analisa
perhitungannya.
Sekali ini dalam bisnis ini, selain mendapat komisi dan kompensasi yang
bagus, apa yang dilakukan sesuatu yang mulia karena bisa membantu orang
lain.
Pemilihan kenapa harus berbisnis asuransi sama sekali tidak bermaksud
mengecilkan arti bisnis bisnis yang lain. Namun hanya semata mata
memberikan sebuah wacana baru, alternatif baru yang membawa perpindahan
kuadran tanpa memperhitungan persoalan modal.
Source: http://solusikeuanganandadankeluarga.blogspot.com/2014/08/mengapa-harus-berbisnis-di-asuransi-jiwa.html
copyright: Heriansyah Poetra MT Djalil
Source: http://solusikeuanganandadankeluarga.blogspot.com/2014/08/mengapa-harus-berbisnis-di-asuransi-jiwa.html
copyright: Heriansyah Poetra MT Djalil
Hampir tidak pernah
ada seseorang yang sejak kecil bercita cita sebagai seorang agen
asuransi jiwa. Bisa kita buktikan, bila kita berjumpa dengan seorang
anak kecil, dan kita tanya, apa cita citanya?
Sepuluh orang kita tanya, maka kita temukan jawaban mereka sejumlah
profesi yang membanggakan mereka, atau membanggakan orang tuanya. Apakah
itu Dokter, Pilot, Pengacara, Insinyur, atau yang lain.
Namun boleh dikatakan tidak ada seorangpun yang mengatakan cita citanya
menjadi seorang agen asuransi, bahkan mungkin sekalipun orang tuanya
juga berbisnis dan berkarier di industri asuransi jiwa.
Menjadi agen asuransi jiwa, sepertinya adalah jalan terakhir. Seakan
setelah gagal disejumlah karier atau bisnis yang lain, maka profesi ini
sebagai ajang uji coba, sambil menunggu pekerjaan atau bisnis lainnya.
Kalaupun itu yang terjadi, tidaklah salah. Karena memang kalau melihat
faktanya, hal tersebut memang paling banyak terjadi. Justru kesuksesan
banyak orang dibisnis ini, justru karena faktor yang kepepet.
Inspirasi Robert Kiyosaki yang dituangkan dalam bukunya tentang Cashflow
Quadrant, memberi kita semua wawasan baru dalam mencari penghasilan.
Dengan membagi menjadi empat kuadran, dan memberi bagian kiri dan kanan,
kita akhirnya mengerti, bahwa kuadran Kiri yaitu menjadi Employee/
karyawan akan sangat tergantung dari gaji yang diterima akhir bulan. Dan
rata rata kenaikan gaji karyawan tiap tahun berkisar 10%.
Sedangkan kita tahu inflasi di negara kita juga bergerak di angka yang
kurang lebih sama. Jadi boleh diartikan penghasilan yang diterima secara
nilai tidak bergerak naik. Untuk membeli rumah atau mobil, mau tidak
mau harus berhubungan dengan bank untuk mendapat kredit. Seorang
karyawan harus pandai pandai mengelola keuangan dan gaya hidupnya, agar
penghasilan yang diterima tetap dapat digunakan untuk keperluan sehari
hari dan mampu menabung untuk keperluan pendidikan anak dan pensiun.
Demikian pula pada kuadran kiri Self Employee, profesi ini memang bukan
karyawan, mereka juga pemilik usaha sendiri. Namun usaha dan
kelangsungannya sangat tergantung dengan ketrampilan individual. Bisa
jadi mereka seorang arsitek, lawyer, dokter, desainer, sutradara,
pelukis, atau yang lain. Dimana ketrampilan mereka tidak bisa digantikan
oleh orang lain. Dimana waktu kerja sangat terbatas, karena tidak bisa
diwakilkan pada orang lain. Mereka tidak bisa berada di dua tempat yang
berbeda pada waktu yang sama. Sehingga penghasilan mereka ada batasnya.
Dan ketika mereka sakit atau bepergian, otomatis akan berpengaruh pada
penghasilannya.
Bagian kuadran Kanan terbagi menjadi dua. Sisi Business Owner dan sisi
Investor. Sebagai pemilik bisnis mereka menjalankan bisnisnya dengan
sistem. Ada atau tidak keberadaan mereka, penghasilan tetap berjalan
dengan normal. Managemen sudah terbentuk, yang dikelola oleh para
karyawan sesuai bidang dan divisinya masing masing. Mereka yang berada
pada kuadran ini, mungkin pemilik pabrik, usaha waralaba, dan
sejenisnya.
Sisi Investor, adalah situasi dimana uanglah yang bekerja. Detik ke
detik, menit demi menit uang bertumbuh. Kuadran ini seperti mempunyai
peternakan uang. Pelaku pada kuadran kanan sudah masuk fase pasif
income.
Berpijak dari sana, semua pandangan diarahkan pada kuadran Kanan. Sisi
Business Owner dan Investor. Seorang pemilik bisnis dapat memperoleh
income tanpa tergantung kehadirannya. Karena sistem sudah berjalan
dengan baik. Bahkan di tengah waktu liburanpun, rekening bank bisa
terisi dengan sendirinya.
Namun apakah semudah itu ? Tentu tidak. Untuk menuju ke sana, hambatan
terbesar ada pada tersedianya modal. Namun selain modal juga dibutuhkan
pengalaman dan pola pikir. Karena untuk memiliki bisnis sepertinya
dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Ketakutan akan kehilangan modal
bila bisnis gagal menjadi hambatan utama.
Dalam buku sequel yang ditulis oleh Robert Kiyosari berikutnya, yakni
Business School. Untuk berpindah kuadran, dari kiri ke kanan ada cara
yang lebih instan. Beliau menyarankan untuk masuk dalam bisnis jaringan.
Dimana dalam skema bisnisnya menuju pasif income.
Di dalam prakteknya, bisnis jaringan bisa MLM, atau juga bisnis
asuransi. Khusus untuk bisnis asuransi, bila Anda benar benar ingin
bekerja menuju kuadran kanan, Anda harus mempelajari perusahaan asuransi
yang berbasis jaringan. Karena tidak setiap perusahaan asuransi
mempunyai sistem kompensasi dan sistem kerja seperti membangun jaringan.
Sehingga dalam skema bisnisnya memungkinkan bisa pasif income , dengan
persyaratan dan waktu tertentu.
Mengapa harus industri asuransi jiwa?
Tentu saja yang pertama, adalah bisnis ini boleh dikatakan tanpa modal.
Kalaupun harus mengeluarkan uang, itupun terbatas biaya ujian lisensi
AAJI (Asosiasi Agen Asuransi Jiwa Indonesia). Saat ini 350 ribu.
Banyak orang yang keberatan membayar. Mereka berpikiran sempit, kenapa
mencari kerja harus membayar. Mencari kerja berbeda dengan mencari
bisnis. Kalau mencari memang logikanya tidak harus keluar modal, karena
tujuannya untuk mendapatkan gaji tiap bulannya. Mencari bisnis adalah
membidik peluang, yang kadang harus berani mengeluarkan modal di depan.
Memang untuk berpindah kuadran tidak hanya dibutuhkan modal, namun perlu
perubahan mindset.
Sebagai pembanding, seorang yang melamar sebagai pengemudi taxi, yang -
maaf, tanpa bermaksudkan mengecilkan arti profesi- potensi penghasilan
rata rata 2 juta perbulan, harus memiliki SIM A Umum, yang biayanya
tidak kurang dari 500 ribu. Atau contoh lain, seang penjual nasi goreng
keliling, yang maximal hanya bisa menjual 60 porsi nasi goreng per hari/
jualan malam, membutuhkan modal lebih dari 2 juta untuk membeli
gerobak. Jadi untuk keluar dari zona karyawan ke pemilik usaha,
setidaknya sesorang harus berani dan mau mengeluarkan modal di awal.
Sedangkan di bisnis asuransi, modal yang dibutuhkan relatif sangat
kecil, dibandingkan potensi penghasilannya yang besar.
Bagaimana peluang di Indonesia?
Melihat potensi di Indonesia, dengan rakyat yang demikian banyak, hampir
240 juta jiwa. Hasil survey hingga akhir 2012, pemilik polis life
insurance di Indonesia kurang dari 4%. itupun masih terkumpul kota kota
besar. Sementara di daerah masih jauh dari harapan. Data yang lain
menyebutkan, industri life insurance bertumbuh tiap tahun hampir 20%,
bahkan lebih baik daripada bank.
Kita bandingakan dengan negara tetangga kita Malaysia dan Singapore,
pemegang polis masih berkisar 45% - 50% dari jumlah penduduk. Apalagi
kalau dibanding dengan Jepang, dimana setiap penduduk rata rata
mempunyai 3 polis.
Jadi dalam kurun waktu yang panjang bisnis life insurance di Indonesia
masih sangat cerah.
Banyak yang beranggapan masyarakat Indonesia belum minded dengan
asuransi, sehingga akan susah menjual produk asuransi. Memang benar,
situasi itu yang ada di Indonesia. Tapi karena kondisi masyarakat yang
belum minded yang membuat bisnis ini punya peluang yang sangat bagus.
Peraihan komisi yang sangat tinggi tidak akan bisa kita nikmati bila
masyarakat kita sudah sadar akan asuransi. Andaikata pada kurun waktu
tertentu, ketika kita menawarkan produk asuransi dan orang langsung
membeli karena sadar akan manfaat asuransi, maka bisa dipastikan company
asuransi tidak memerlukan jasa penjual seperti hari ini, yang harus
dibayar dengan kompensasi yang tinggi. Company asuransi cukup membuka
counter di tempat keramaian atau pertokoan, mall, maka orang kan datang
dengan sendirinya dan membeli. Dan mereka cukup mempekerjakan seorang
sales counter berpenampilan menarik, dan cukup dibayar dengan upah
minimum.
Jadi justru dalam kondisi saat ini, dimana kesadaran berasuransi masih
minim maka peluang yang besar ada di depan kita. Komisi penjualan yang
tinggi, bonus tahunan , bonus bonus lainnya, bahkan perjalan ke luar
negri secara gratis dengan fasilitas yang mewah.
Bagaimana secara bisnis?
Berbicara tentang bisnis di industri asuransi, tentunya yang kita bahas
adalah yang menganut agency sistem.
Skema Bisnis di asuransi bukanlah sebagai karyawan. Para agen sifatnya
adalah partner kerja. Jadi tidak ada istilah Bos atau atasan. Pekerjaan
itu adalah milik kita sendiri, sehingga kita sendiri yang menjaganya,
merawat, dan mengembangkannya.
Dibandingkan dengan jenjang karier pada bisnis konvensional, sangat
berbeda. Ambil contoh, misal dalam sebuah bank, seorang marketing yang
selalu mencapai target tiap bulan, bahkan selalu over target, apakah
otomatis menjadi seorang supervisor? Tentu tidak! Dia bisa menjadi
supervisor hanya bila supervisor asalnya mendapat promosi, atau pindah
tugas, atau mengundurkan diri. Itupun dia harus bersaing dengan orang
lain yang berprestasi, atau orang kesayangan Bos atau Pemimpin Cabang.
Jadi untuk naik jenjang, bukan hanya prestasi yang dibutuhkan, namun
banyak aspek lain yang bisa menentukan. Dan untuk mengejar menjadi
seorang pemimpin, harus menunggu pemimpin lama keluar, dan harus
bersaing dengan rekan kerjanya untuk memperebutkan satu posisi. Sedang
di dunia asuransi, untuk naik jenjang tidak tergantung dengan orang
lain, dan tidak memperebutkan satu posisi yang harus berkompetisi dengan
orang lain. Dalam hal ini semua punya kesempatan yang sama.
Jenjang karier yang diraih adalah hasil prestasi dan pencapaian pribadi,
tanpa harus mengorbankan orang lain. Jadi kenaikan jenjang tanpa harus
didasari like and dislike. Tidak ada alasan suka atau tidak suka dalam
melakukan promosi dan demosi. Semua bisa dikejar dengan pencapaian
prestasi dan terukur. Dan dengan aturan tertentu sesorang bisa dan punya
peluang untuk memiliki kantor mandiri. Dan dengan sistem memungkinkan
seseorang untuk mempunyai beberapa kantor di beberapa kota.
Banyak pertanyaan, bagaimana seseorang bisa menjalani bisnis ini tanpa
punya latar belakang keuangan?
Sebetulnya tidak perlu dikuatirkan, karena company biasanya memberi
training dasar. Tentang pengetahuan produk dan aturan aturan dasar. Dan
tentu saja tidak ketinggalan training tentang cara menjual, dan sharing
tentang kondisi lapangan bersama teman teman leader.
Yang membedakan adalah bila kita membuka usaha bisnis konvensional,
katakan kita ingin membuka warung bakso. Akan kesulitan kita mencari
mentor, usahawan bakso yang sukses untuk menjadi pembimbing kita. Banyak
mereka bahkan menganggap kita sebagai pesaing mereka. Di bisnis
asuransi yang terjadi justru sebaliknya. Para leader yang sukses siap
menjadi mentor, dan mentranferkan pengalaman dan ilmunya kepada kita.
Yang tentunya semuanya mempercepat seseorang menjadi sukses.
Bagaimana dengan 'keamanan' pekerjaan ?
Dalam bisnis asuransi, awal masuk dari jenjang terbawah, posisi adalah
kuadran kiri sebagai self employee. Bekerja dengan sistem komisi dan
bonus karena hasil kerja fisik secara langsung. Dengan kenaikan jenjang
menjadi pimpinan puncak agency, seseorang boleh dikatakan berada di
kuadran kanan sebagai business owner. Perolehan penghasilan sudah bukan
lagi dari kerja fisik langsung. Melainkan sudah melalui overiding dan
bonus royalti.
Sampai di posisi inilah seorang pemilik bisnis membutuhkan keamanan
pekerjaan.
Mengapa ini penting? Karena di bisnis konvensional usia 55 tahun adalah
usia pensiun. Dan pada usia tersebut sesorang sudah tidak memiliki
value. Perusahaan konvensional mengganti dengan darah baru, darah muda,
darah segar, dan tentunya dengan gaji yang lebih murah. Namun di bisnis
asuransi tidak ada usia yang bisa menghambat. Selama masih mau bekerja
perusahaan tidak bisa meminta pensiun. Namun hal ini bukan berarti
pebisnis asuransi harus bekerja hingga usia lanjut. Namun menunjukkan
bahwa sepanjang kita mau bekerja, kita masih punya kesempatan kerja.
Dan di Generali, dengan adanya sistem 757, justru memungkinkan bisa
pensiun pada usia mudah. Dengan bekerja 7 tahun, memperoleh royalty
bisnis 5 generasi, dengan membangun jaringan 7 Business Director.
Apa yang disebut keamanan artinya, bagaimana dengan bisnis kita bila
satu waktu kita termakan usia, atau bila sakit kritis, bahkan meninggal?
Sekali lagi ini adalah bagian penting dalam memilih bisnis. Banyak
kejadian ketika sesorang merintis bisnisnya, karena masalah kesehatan,
atau bahkan meninggal, bisnisnya harus rela dimiliki orang lain. Di sini
dengan aturan yang ada, seorang Business Director bisa mewariskan
bisnisnya kepada keluarga atau orang yang dipercaya atau ditunjuk untuk
melanjutkan bisnisnya.
Banyak pekerjaan atau bisnis yang bisa memberikan peluang dan
penghasilan yang bagus, namun tidak semua bisnis bisa memberikan
kepuasan dalam pekerjaan.
Di bisnis asuransi, secara tidak langsung kita membantu orang lain untuk
menata masa depan keuangannya. Pada waktu kita menawarkan, seakan
banyak orang yang tidak suka atau bahkan menghindar. Namun agen asuransi
tidak perlu dilupakan oleh janda mendiang nasabah. Karena mereka yang
menerima klaim, khususnya ketika klaim dibayarkan saat mereka sangat
membutuhkan. Tidak sedikit, maaf, para suami ketika meninggal, tidak
mewariskan harta, tapi justru memberi peninggalan hutang yang harus
dibayar. Baik pada bank, kartu kredit, hutang dagang, atau perseorangan.
Dengan adanya pembayaran klaim, akan membantu keuangan mereka.
Sebagai agen asuransi apa yang dilakukan tentunya merupakan tugas mulia.
Yang mana di saat keluarga berduka cita kehilangan orang yang dicintai,
mereka juga kehilangan sumber pencari nafkah. Dengan adanya klaim yang
dibayarkan setidaknya akan membantu dari sisi finansial. Sebagai agen
bila melakukan perhitungan uang pertanggungan yang benar, maka uang
klaim tersebut akan sangat bermanfaat, karena telah dilakukan analisa
perhitungannya.
Sekali ini dalam bisnis ini, selain mendapat komisi dan kompensasi yang
bagus, apa yang dilakukan sesuatu yang mulia karena bisa membantu orang
lain.
Pemilihan kenapa harus berbisnis asuransi sama sekali tidak bermaksud
mengecilkan arti bisnis bisnis yang lain. Namun hanya semata mata
memberikan sebuah wacana baru, alternatif baru yang membawa perpindahan
kuadran tanpa memperhitungan persoalan modal.
Source: http://solusikeuanganandadankeluarga.blogspot.com/2014/08/mengapa-harus-berbisnis-di-asuransi-jiwa.html
copyright: Heriansyah Poetra MT Djalil
Source: http://solusikeuanganandadankeluarga.blogspot.com/2014/08/mengapa-harus-berbisnis-di-asuransi-jiwa.html
copyright: Heriansyah Poetra MT Djalil