visi & misi

Jumat, 15 Agustus 2014

MENGAPA HARUS BERBISNIS DI ASURANSI ???


Hampir tidak pernah ada seseorang yang sejak kecil bercita cita sebagai seorang agen asuransi jiwa. Bisa kita buktikan, bila kita berjumpa dengan seorang anak kecil, dan kita tanya, apa cita citanya? 

Sepuluh orang kita tanya, maka kita temukan jawaban mereka sejumlah profesi yang membanggakan mereka, atau membanggakan orang tuanya. Apakah itu Dokter, Pilot, Pengacara, Insinyur, atau yang lain. 

Namun boleh dikatakan tidak ada seorangpun yang mengatakan cita citanya menjadi seorang agen asuransi, bahkan mungkin sekalipun orang tuanya juga berbisnis dan berkarier di industri asuransi jiwa.
 
Menjadi agen asuransi jiwa, sepertinya adalah jalan terakhir. Seakan setelah gagal disejumlah karier atau bisnis yang lain, maka profesi ini sebagai ajang uji coba, sambil menunggu pekerjaan atau bisnis lainnya.
Kalaupun itu yang terjadi, tidaklah salah. Karena memang kalau melihat faktanya, hal tersebut memang paling banyak terjadi. Justru kesuksesan banyak orang dibisnis ini, justru karena faktor yang kepepet.

Inspirasi Robert Kiyosaki yang dituangkan dalam bukunya tentang Cashflow Quadrant, memberi kita semua wawasan baru dalam mencari penghasilan. Dengan membagi menjadi empat kuadran, dan memberi bagian kiri dan kanan, kita akhirnya mengerti, bahwa kuadran Kiri yaitu menjadi Employee/ karyawan akan sangat tergantung dari gaji yang diterima akhir bulan. Dan rata rata kenaikan gaji karyawan tiap tahun berkisar 10%. 

Sedangkan kita tahu inflasi di negara kita juga bergerak di angka yang kurang lebih sama. Jadi boleh diartikan penghasilan yang diterima secara nilai tidak bergerak naik. Untuk membeli rumah atau mobil, mau tidak mau harus berhubungan dengan bank untuk mendapat kredit. Seorang karyawan harus pandai pandai mengelola keuangan dan gaya hidupnya, agar penghasilan yang diterima tetap dapat digunakan untuk keperluan sehari hari dan mampu menabung untuk keperluan pendidikan anak dan pensiun.
 
Demikian pula pada kuadran kiri Self Employee, profesi ini memang bukan karyawan, mereka juga pemilik usaha sendiri. Namun usaha dan kelangsungannya sangat tergantung dengan ketrampilan individual. Bisa jadi mereka seorang arsitek, lawyer, dokter, desainer, sutradara, pelukis, atau yang lain. Dimana ketrampilan mereka tidak bisa digantikan oleh orang lain. Dimana waktu kerja sangat terbatas, karena tidak bisa diwakilkan pada orang lain. Mereka tidak bisa berada di dua tempat yang berbeda pada waktu yang sama. Sehingga penghasilan mereka ada batasnya. Dan ketika mereka sakit atau bepergian, otomatis akan berpengaruh pada penghasilannya.
 
Bagian kuadran Kanan terbagi menjadi dua. Sisi Business Owner dan sisi Investor. Sebagai pemilik bisnis mereka menjalankan bisnisnya dengan sistem. Ada atau tidak keberadaan mereka, penghasilan tetap berjalan dengan normal. Managemen sudah terbentuk, yang dikelola oleh para karyawan sesuai bidang dan divisinya masing masing. Mereka yang berada pada kuadran ini, mungkin pemilik pabrik, usaha waralaba, dan sejenisnya.
 
Sisi Investor, adalah situasi dimana uanglah yang bekerja. Detik ke detik, menit demi menit uang bertumbuh. Kuadran ini seperti mempunyai peternakan uang. Pelaku pada kuadran kanan sudah masuk fase pasif income.
 
Berpijak dari sana, semua pandangan diarahkan pada kuadran Kanan. Sisi Business Owner dan Investor. Seorang pemilik bisnis dapat memperoleh income tanpa tergantung kehadirannya. Karena sistem sudah berjalan dengan baik. Bahkan di tengah waktu liburanpun, rekening bank bisa terisi dengan sendirinya.
 
Namun apakah semudah itu ? Tentu tidak. Untuk menuju ke sana, hambatan terbesar ada pada tersedianya modal. Namun selain modal juga dibutuhkan pengalaman dan pola pikir. Karena untuk memiliki bisnis sepertinya dibutuhkan modal yang tidak sedikit. Ketakutan akan kehilangan modal bila bisnis gagal menjadi hambatan utama.
 
Dalam buku sequel yang ditulis oleh Robert Kiyosari berikutnya, yakni Business School. Untuk berpindah kuadran, dari kiri ke kanan ada cara yang lebih instan. Beliau menyarankan untuk masuk dalam bisnis jaringan. Dimana dalam skema bisnisnya menuju pasif income.
 
Di dalam prakteknya, bisnis jaringan bisa MLM, atau juga bisnis asuransi. Khusus untuk bisnis asuransi, bila Anda benar benar ingin bekerja menuju kuadran kanan, Anda harus mempelajari perusahaan asuransi yang berbasis jaringan. Karena tidak setiap perusahaan asuransi mempunyai sistem kompensasi dan sistem kerja seperti membangun jaringan. Sehingga dalam skema bisnisnya memungkinkan bisa pasif income , dengan persyaratan dan waktu tertentu.


Mengapa harus industri asuransi jiwa?
 
Tentu saja yang pertama, adalah bisnis ini boleh dikatakan tanpa modal.
 
Kalaupun harus mengeluarkan uang, itupun terbatas biaya ujian lisensi AAJI (Asosiasi Agen Asuransi Jiwa Indonesia). Saat ini 350 ribu.
 
Banyak orang yang keberatan membayar. Mereka berpikiran sempit, kenapa mencari kerja harus membayar. Mencari kerja berbeda dengan mencari bisnis. Kalau mencari memang logikanya tidak harus keluar modal, karena tujuannya untuk mendapatkan gaji tiap bulannya. Mencari bisnis adalah membidik peluang, yang kadang harus berani mengeluarkan modal di depan. Memang untuk berpindah kuadran tidak hanya dibutuhkan modal, namun perlu perubahan mindset. 

Sebagai pembanding, seorang yang melamar sebagai pengemudi taxi, yang - maaf, tanpa bermaksudkan mengecilkan arti profesi- potensi penghasilan rata rata 2 juta perbulan, harus memiliki SIM A Umum, yang biayanya tidak kurang dari 500 ribu. Atau contoh lain, seang penjual nasi goreng keliling, yang maximal hanya bisa menjual 60 porsi nasi goreng per hari/ jualan malam, membutuhkan modal lebih dari 2 juta untuk membeli gerobak. Jadi untuk keluar dari zona karyawan ke pemilik usaha, setidaknya sesorang harus berani dan mau mengeluarkan modal di awal. Sedangkan di bisnis asuransi, modal yang dibutuhkan relatif sangat kecil, dibandingkan potensi penghasilannya yang besar.


Bagaimana peluang di Indonesia?
 
Melihat potensi di Indonesia, dengan rakyat yang demikian banyak, hampir 240 juta jiwa. Hasil survey hingga akhir 2012, pemilik polis life insurance di Indonesia kurang dari 4%. itupun masih terkumpul kota kota besar. Sementara di daerah masih jauh dari harapan. Data yang lain menyebutkan, industri life insurance bertumbuh tiap tahun hampir 20%, bahkan lebih baik daripada bank.
 
Kita bandingakan dengan negara tetangga kita Malaysia dan Singapore, pemegang polis masih berkisar 45% - 50% dari jumlah penduduk. Apalagi kalau dibanding dengan Jepang, dimana setiap penduduk rata rata mempunyai 3 polis.
Jadi dalam kurun waktu yang panjang bisnis life insurance di Indonesia masih sangat cerah.
 
Banyak yang beranggapan masyarakat Indonesia belum minded dengan asuransi, sehingga akan susah menjual produk asuransi. Memang benar, situasi itu yang ada di Indonesia. Tapi karena kondisi masyarakat yang belum minded yang membuat bisnis ini punya peluang yang sangat bagus. 

Peraihan komisi yang sangat tinggi tidak akan bisa kita nikmati bila masyarakat kita sudah sadar akan asuransi. Andaikata pada kurun waktu tertentu, ketika kita menawarkan produk asuransi dan orang langsung membeli karena sadar akan manfaat asuransi, maka bisa dipastikan company asuransi tidak memerlukan jasa penjual seperti hari ini, yang harus dibayar dengan kompensasi yang tinggi. Company asuransi cukup membuka counter di tempat keramaian atau pertokoan, mall, maka orang kan datang dengan sendirinya dan membeli. Dan mereka cukup mempekerjakan seorang sales counter berpenampilan menarik, dan cukup dibayar dengan upah minimum. 

Jadi justru dalam kondisi saat ini, dimana kesadaran berasuransi masih minim maka peluang yang besar ada di depan kita. Komisi penjualan yang tinggi, bonus tahunan , bonus bonus lainnya, bahkan perjalan ke luar negri secara gratis dengan fasilitas yang mewah.


Bagaimana secara bisnis?
 
Berbicara tentang bisnis di industri asuransi, tentunya yang kita bahas adalah yang menganut agency sistem.
Skema Bisnis di asuransi bukanlah sebagai karyawan. Para agen sifatnya adalah partner kerja. Jadi tidak ada istilah Bos atau atasan. Pekerjaan itu adalah milik kita sendiri, sehingga kita sendiri yang menjaganya, merawat, dan mengembangkannya.
 
Dibandingkan dengan jenjang karier pada bisnis konvensional, sangat berbeda. Ambil contoh, misal dalam sebuah bank, seorang marketing yang selalu mencapai target tiap bulan, bahkan selalu over target, apakah otomatis menjadi seorang supervisor? Tentu tidak! Dia bisa menjadi supervisor hanya bila supervisor asalnya mendapat promosi, atau pindah tugas, atau mengundurkan diri. Itupun dia harus bersaing dengan orang lain yang berprestasi, atau orang kesayangan Bos atau Pemimpin Cabang.
 
Jadi untuk naik jenjang, bukan hanya prestasi yang dibutuhkan, namun banyak aspek lain yang bisa menentukan. Dan untuk mengejar menjadi seorang pemimpin, harus menunggu pemimpin lama keluar, dan harus bersaing dengan rekan kerjanya untuk memperebutkan satu posisi. Sedang di dunia asuransi, untuk naik jenjang tidak tergantung dengan orang lain, dan tidak memperebutkan satu posisi yang harus berkompetisi dengan orang lain. Dalam hal ini semua punya kesempatan yang sama.
 
Jenjang karier yang diraih adalah hasil prestasi dan pencapaian pribadi, tanpa harus mengorbankan orang lain. Jadi kenaikan jenjang tanpa harus didasari like and dislike. Tidak ada alasan suka atau tidak suka dalam melakukan promosi dan demosi. Semua bisa dikejar dengan pencapaian prestasi dan terukur. Dan dengan aturan tertentu sesorang bisa dan punya peluang untuk memiliki kantor mandiri. Dan dengan sistem memungkinkan seseorang untuk mempunyai beberapa kantor di beberapa kota.


Banyak pertanyaan, bagaimana seseorang bisa menjalani bisnis ini tanpa punya latar belakang keuangan?
 
Sebetulnya tidak perlu dikuatirkan, karena company biasanya memberi training dasar. Tentang pengetahuan produk dan aturan aturan dasar. Dan tentu saja tidak ketinggalan training tentang cara menjual, dan sharing tentang kondisi lapangan bersama teman teman leader.
 
Yang membedakan adalah bila kita membuka usaha bisnis konvensional, katakan kita ingin membuka warung bakso. Akan kesulitan kita mencari mentor, usahawan bakso yang sukses untuk menjadi pembimbing kita. Banyak mereka bahkan menganggap kita sebagai pesaing mereka. Di bisnis asuransi yang terjadi justru sebaliknya. Para leader yang sukses siap menjadi mentor, dan mentranferkan pengalaman dan ilmunya kepada kita. Yang tentunya semuanya mempercepat seseorang menjadi sukses.


Bagaimana dengan 'keamanan' pekerjaan ?
 
Dalam bisnis asuransi, awal masuk dari jenjang terbawah, posisi adalah kuadran kiri sebagai self employee. Bekerja dengan sistem komisi dan bonus karena hasil kerja fisik secara langsung. Dengan kenaikan jenjang menjadi pimpinan puncak agency, seseorang boleh dikatakan berada di kuadran kanan sebagai business owner. Perolehan penghasilan sudah bukan lagi dari kerja fisik langsung. Melainkan sudah melalui overiding dan bonus royalti.
Sampai di posisi inilah seorang pemilik bisnis membutuhkan keamanan pekerjaan.
 
Mengapa ini penting? Karena di bisnis konvensional usia 55 tahun adalah usia pensiun. Dan pada usia tersebut sesorang sudah tidak memiliki value. Perusahaan konvensional mengganti dengan darah baru, darah muda, darah segar, dan tentunya dengan gaji yang lebih murah. Namun di bisnis asuransi tidak ada usia yang bisa menghambat. Selama masih mau bekerja perusahaan tidak bisa meminta pensiun. Namun hal ini bukan berarti pebisnis asuransi harus bekerja hingga usia lanjut. Namun menunjukkan bahwa sepanjang kita mau bekerja, kita masih punya kesempatan kerja.
 
Dan di Generali, dengan adanya sistem 757, justru memungkinkan bisa pensiun pada usia mudah. Dengan bekerja 7 tahun, memperoleh royalty bisnis 5 generasi, dengan membangun jaringan 7 Business Director.
 

Apa yang disebut keamanan artinya, bagaimana dengan bisnis kita bila satu waktu kita termakan usia, atau bila sakit kritis, bahkan meninggal?
 
Sekali lagi ini adalah bagian penting dalam memilih bisnis. Banyak kejadian ketika sesorang merintis bisnisnya, karena masalah kesehatan, atau bahkan meninggal, bisnisnya harus rela dimiliki orang lain. Di sini dengan aturan yang ada, seorang Business Director bisa mewariskan bisnisnya kepada keluarga atau orang yang dipercaya atau ditunjuk untuk melanjutkan bisnisnya.


Banyak pekerjaan atau bisnis yang bisa memberikan peluang dan penghasilan yang bagus, namun tidak semua bisnis bisa memberikan kepuasan dalam pekerjaan. 

Di bisnis asuransi, secara tidak langsung kita membantu orang lain untuk menata masa depan keuangannya. Pada waktu kita menawarkan, seakan banyak orang yang tidak suka atau bahkan menghindar. Namun agen asuransi tidak perlu dilupakan oleh janda mendiang nasabah. Karena mereka yang menerima klaim, khususnya ketika klaim dibayarkan saat mereka sangat membutuhkan. Tidak sedikit, maaf, para suami ketika meninggal, tidak mewariskan harta, tapi justru memberi peninggalan hutang yang harus dibayar. Baik pada bank, kartu kredit, hutang dagang, atau perseorangan. Dengan adanya pembayaran klaim, akan membantu keuangan mereka. 

Sebagai agen asuransi apa yang dilakukan tentunya merupakan tugas mulia. Yang mana di saat keluarga berduka cita kehilangan orang yang dicintai, mereka juga kehilangan sumber pencari nafkah. Dengan adanya klaim yang dibayarkan setidaknya akan membantu dari sisi finansial. Sebagai agen bila melakukan perhitungan uang pertanggungan yang benar, maka uang klaim tersebut akan sangat bermanfaat, karena telah dilakukan analisa perhitungannya.
 

Sekali ini dalam bisnis ini, selain mendapat komisi dan kompensasi yang bagus, apa yang dilakukan sesuatu yang mulia karena bisa membantu orang lain.
 
Pemilihan kenapa harus berbisnis asuransi sama sekali tidak bermaksud mengecilkan arti bisnis bisnis yang lain. Namun hanya semata mata memberikan sebuah wacana baru, alternatif baru yang membawa perpindahan kuadran tanpa memperhitungan persoalan modal.
(HC)
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar:

PELUANG BISNIS * PASSIVE INCOME GENERALI